Senin, 31 Oktober 2011

Representasi Perempuan di Politik Study Gugurnya Paham Islamisme di PKS Kota Depok

Dengan melihat ke 6 Dapil diKota depok dalam pemilu 2009 lalu pada Partai Keadilan Sejahtera (PKS) akan keberadaan perempuan yang mengikuti pemilu legislatif. Keterwakilan  kader perempuan PKS sangat tinggi. Ini bisa dilihat hanya 2 dapil yang kurang dari 30 % kuota yang harus diisi perempuan tetapi 4 dapil sisahnya kuota terisi bahkan lebih[1].

                Tetapi bukan sampai disitu saja akan keterwakilan perempuan pada pemilu 2009 diKota Depok. 11  Kader PKS berhasil duduk di Legislatif Kota Depok dan 4 diantaranya adalah Perempuan[2]. Ini mengandaskan teori atau paradigma islam yang terbangun dibenak perempuan akan konesepsi Teologis islam tentang halal tidaknya perempuan menjadi pemimpin politik atau bersentuhan dengan hal yang selalu melekat pada diri laki-laki bias gender pun luntur dan masyarakat mempercayai suara mereka ke kader perempuan. Bahkan ada disalah satu dapil hanya perempuan yang lolos untuk menjadi anggota legislatif Kota Depok dan mempercayai suara mereka ke kader PKS yang Perempuan.

                Lalu bagaimana ini bisa terjadi diKota Kota yang Konon merupakan basis dari PKS yang merupakan Partai Islam. Yang jadi pertanyaan mengapa ini terjadi di Kota Depok, yang notabennya masyarakat Depok memeluk Islam? Dan bagaimana masyarakat melihat itu semua, atau jangan-jangan sebenarnya sudah tidak relevan atau gugur konsepsi teologis Islam menyangkut halal-tidaknya perempuan menjadi pemimpin politik, boleh-tidaknya berpoligami, hak waris anak perempuan, boleh-tidaknya perempuan menjadi hakim, muhrim, dan lain-lain. pendapat dari David Hill (1981; 168) menemukan urgensi kultur politik yang mendukung partisipasi dan representasi politik perempuan. Kultur politik yang tidak reseptif biasa disebut page dan cleland sebagai fundamentalisme kultural yang dipercaya sebagai penghambat utama bagi tampilnya perempuan di dalam ruang publik.  

                Pertanyaan di atas pun secara kuantitatif, Inglehart dan Norris (2003) mengafirmasinya dalam temuan trans-surveinya, bahwa negara-negara mayoritas berpenduduk Muslim cenderung tidak egaliter terhadap perempuan, dan karenanya, menghalangi akses perempuan pada kekuasaan dan pembuatan keputusan. Dan ini tidak terjadi di Kota Depok malah jika mau melihat partai-partai lain yang bukan ideologi Islam keterwakilan perempuan besar. Bisa dikatakan dari 50 anggota legislatif terdapat 17 Perempuan dan ini sekali lagi mengugurkan teori-teori diatas. Menurut Hemat Penulis keberadaan Kota Depok yang Homogen dan dekat dengan Ibu Kota Jakarta ini lah yang telah merubah cara pandang akan sesuatu, termasuk tentang Politik yang dibawa atau diwakili oleh Perempuan. Bahwa Masyarakat sudah tidak lagi melihat Laki-laki atau Perempuan tetapi pada apa dan bagaimana calon tersebut bisa meyakinkan Pemilih akan layak tidaknya mereka dipilih. Dan ini menegaskan akan representasi perempuan dipolitik tergantung dari Individu dalam mengelolah potensi diri ke masyarakat atau dengan kata lain bagaimana Kader-kader Partai Islam bisa menjual diri ketengah pemilih agar mereka dibeli atau dipilih. Dan ini mengugurkan paham islamisme pada partai Islam dan intinya mereka berhasil memanfaatkan dengan baik sistem suara terbanyak.


 (1) Data KPUD Kota Depok
 (2) idem

Tidak ada komentar:

Posting Komentar